Aksikamisan: Simbol Perlawanan Rakyat terhadap Ketidakadilan
Aksikamisan adalah salah satu bentuk protes damai paling ikonik dan konsisten dalam sejarah pergerakan masyarakat sipil di Indonesia. Dimulai pada https://www.aksikamisan.net/ 15 Januari 2007, aksi ini merupakan respons langsung terhadap dugaan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, khususnya Tragedi Semanggi I dan II serta Tragedi Trisakti. Setiap Kamis, sekelompok kecil aktivis dan keluarga korban berkumpul di depan Istana Merdeka, Jakarta, menuntut penyelesaian kasus-kasus tersebut dan keadilan bagi para korban.
Latar Belakang dan Tuntutan
Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II adalah serangkaian peristiwa kelam yang terjadi pada 1998 dan 1999. Peristiwa ini merenggut nyawa mahasiswa dan warga sipil akibat kekerasan aparat keamanan. Hingga bertahun-tahun kemudian, tidak ada kejelasan hukum dan pertanggungjawaban yang adil bagi pelaku. Hal ini mendorong Maria Catarina Sumarsih, ibunda Bernardinus Realino Norma Irawan (Wawan) korban Tragedi Semanggi I, dan beberapa tokoh lain untuk menginisiasi gerakan ini.
Aksikamisan bertujuan untuk terus mengingatkan pemerintah dan publik bahwa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu belum selesai. Mereka menuntut:
- Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili para pelaku.
- Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya, seperti Tragedi 13-15 Mei 1998, Talangsari, dan Waisor.
- Keadilan dan rehabilitasi bagi para korban dan keluarga.
Makna Simbolis dan Keteguhan
Aksikamisan memiliki makna simbolis yang mendalam. Para peserta, yang sebagian besar adalah keluarga korban, selalu mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol duka cita dan perlawanan. Mereka berbaris rapi, memegang payung hitam, dan membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan mereka. Meskipun jumlah pesertanya tidak banyak, kehadiran mereka yang konsisten selama lebih dari satu dekade menunjukkan keteguhan dan ketidakmenyerahan dalam menghadapi ketidakadilan.
Aksi ini juga menjadi pengingat bagi generasi muda tentang pentingnya memperjuangkan hak dan keadilan. Aksikamisan menjadi ruang edukasi publik tentang sejarah kelam bangsa dan pentingnya melawan impunitas. Keberlanjutannya membuktikan bahwa perlawanan sipil, meskipun kecil, dapat menciptakan resonansi yang kuat dan menjaga ingatan kolektif agar tidak pudar.
Tantangan dan Dampak
Aksikamisan tidak lepas dari tantangan. Mereka sering menghadapi penolakan, intimidasi, dan bahkan dianggap sebagai gerakan yang tidak relevan oleh sebagian pihak. Namun, mereka tetap bertahan. Dampak dari aksi ini terlihat dalam berbagai aspek. Meskipun tuntutan utama mereka belum sepenuhnya terpenuhi, Aksikamisan berhasil menjaga isu HAM tetap relevan dalam diskursus publik. Gerakan ini telah menginspirasi banyak aksi serupa di daerah lain dan menjadi simbol perjuangan panjang melawan impunitas. Kehadiran mereka di depan istana negara juga menjadi barometer moral bagi pemerintahan yang berkuasa.